Ketika Aku Ingin Menyerah

May 09, 2016

“Jadi gimana di Jakarta udah betah?” tanya ummi beberapa hari lalu lewat telepon.
“Ya gitu. Sebenernya mah belum betah. Beda banget sama Bandung. Panasnya itu loh ga tahan. Belum lagi pulang pergi naik transjakarta yang penuhnya dua kali lipat dibanding naik KRD di Bandung. Cape banget. Capenya bukan karna kerjanya tapi perjalanan pergi sama pulang dari kantornya itu. Belum suka di Jakarta,” jawabku merengek.
“Ya coba dibetah-betahin disana, teh. Kan cuma dua bulan disana juga..” kata ummi.
“Iya..” kataku dengan air mata yang mengalir.
Baru dua minggu di Jakarta. Banyak hal yang harus aku sesuaikan disini. Aku harus terbiasa dengan kehidupan di Jakarta. Belum lagi harus menyimpan kepingan-kepingan rindu yang setiap detik muncul.
Setiap rindu muncul, rasanya ingin nyerah aja dan pulang ke Bandung.
Setiap lelah pulang kerja, rasanya pengen bilang “aku nggak jadi deh job training di RTV. Nyari lagi deh di Bandung.”
Dan setiap kali aku berencana untuk menyerah entah kenapa memori-memori selama kuliah ini muncul dan hati kecil selalu berkata..
Hei, dulu kamu ingin menyerah saat belajar soal-soal SNMPTN. Kamu bilang “tahun depan saja. Supaya bisa belajar lebih”. Tapi, kata-kata itu kamu tepis. Kamu terus belajar hingga akhirnya Allah berbaik hati membayar kerja kerasmu dengan diterima di tempat kuliahmu sekarang ini.
Dulu, waktu sedang Ospek Jurnalistik (OJ), yang ampun banget deh tugas dan deadline-nya nggak jelas kamu bisa melewatinya. Meski di tengah-tengah kamu bosan dan teriak ingin menyerah. Meski air mata entah sudah berapa kali menetes karena kesal. Akhirnya semua terlewati dan kamu menyelesaikannya.
Saat mata kuliah wawancara, bukankah kamu pusing mencari narasumber ahli ekonomi pembangunan? Menghubungi banyak orang dan tak kunjung berbalas. Kamu ingin menyerah tapi anugerah itu datang di detik terakhir. Kamu mendapatkan narasumber itu!
Menghadapi mata kuliah Penulisan Berita Mendalam, membuat tugas indepth sendirian selama tiga bulan. Bolak-balik Jakarta menemui narasumber. Bahkan sampai di PHP-in narsum, janjian ketemu di Jakarta tapi pada hari H tak bisa dihubungi. Menghilang tanpa kabar. Kamu tetap kuat bukan? Bahkan tugas itu selesai kamu kerjakan.
Dan.. terlebih lagi, kamu berhasil untuk tidak menyerah saat Job Training di Republika Jabar kemarin. Masih ingat kan tangismu di pekan-pekan awal jobtre? Kemudian kamu mencari daftar majalah di Bandung, memutuskan untuk pindah job training. Tapi kemudian Dina menguatkan. Kamu tetap bertahan.
Saat pusing mencari issu sampai nggak tahu apalagi yang harus diangkat. Kamu tetap bisa melewatinya.
Tiga bulan itu terasa lama. Tapi, tiga bulan itu berkesan. Bahkan, kamu merindukannya kan sekarang?
Ketika ingat kejadian-kejadian itu, rasanya memang tak pantas untuk menyerah.
Ayolah, Baru dua minggu dan masih punya banyak kesempatan untuk beradaptasi dan belajar di Jakarta.
Sebaiknya memang tidak menyerah. Sekali aku memutuskan untuk menyerah, maka esok hari aku selalu memiliki alasan untuk menyerah. Akan tetapi, ketika aku terus berjuang, melawan rasa ingin menyerah, maka esok hari aku tak punya alasan lagi untuk menyerah.
Hei, Jangan menyerah! Besok ada yang harus lebih kuat lagi untuk kamu perjuangkan (read: skripsi).
Jum'at, 15 Mei 2015
Dalam Perjalanan Jakarta - Bandung
*Posting ulang. Catatan tahun lalu, telah dipublikasikan di zulfazahira.tumblr.com

You Might Also Like

1 komentar

  1. jangan menyerah mbak, berjuang teruss pasti hasilnya akan baik

    ReplyDelete

Total Pageviews