Perjuangan Merawat Anak Skizofrenia

January 30, 2016

ANAKKU SEORANG SKIZOFRENIK!
Hidup Bersama Anak dengan Gangguan Jiwa 

Hidup Beth Henry berubah drastis ketika suatu hari dia menerima kedatangan dua anak tirinya. Si kecil Bobby tampaknya tidak berkembang normal sebagaimana anak seusianya. Sementara kakaknya, Tommy, bagaikan bom waktu yang setiap saat bisa meledak. Sifatnya yang sangat tempramental dan mengarah ke skizofrenik menyiratkan kepedihan dan trauma yang dialami pada masa lalu. 

Beth menikah dengan Mark. Keduanya membangun rumah tangga setelah sebelumnya gagal. Beth memiliki tiga orang anak, Jessica, Kyle, dan Jeff. Sementara Mark memiliki dua anak Tommy (4) dan Bobby (2). Hak asuh anak-anak Mark jatuh kepada mantan istrinya, Gayle. Ketika Beth dan Mark mengunjungi Tommy dan Bobby di Maine, mereka merasakan bahwa keduanya tidak berkembang dengan baik, meskipun Rod (pacar Gayle) terlihat sangat menyukai anak-anak. Oleh karena itu, Mark langsung memutuskan untuk mengambil hak asuh anaknya. Beth pun menyetujuinya.

Meskipun proses pengambilalihan hak asuh anak berlangsung pelik, Tommy dan Bobby bisa hidup bersama Mark dan Beth. Kondisi kedua anak itu yang sangat kurus, rambut yang jarang menandakan bahwa keduanya kekurangan gizi. Bahkan, pertumbuhannya pun lambat jika dibandingkan dengan anak-anak seusia mereka. Melihat perkembangan kedua anak tersebut, Beth memutuskan resign dari pekerjaannya untuk fokus merawat mereka dan memeriksakan kesehatan mereka ke dokter.

Kenyataan bahwa mereka membutuhkan begitu banyak cinta dan perhatian justru membuatku semakin ingin menjadi ibu bagi mereka. Mereka membutuhkanku dan aku bertekad akan melindungi mereka dari bahaya yang akan datang. Mereka pantas menjalani kehiduan yang baik, terutama setelah semua yang mereka alami. (hal.48)

Tommy selalu memberontak apa yang dilakukan Mark dan Beth. Gerakan tubuh Tommy membuat Beth sangat khawatir. Gerakan tubuhnya seperti orang kejang dan kadang-kadang dia menyentak-nyentak saat berjalan. Tommy juga tidak mampu atau tidak mau menjawab pertanyaan yang sederhana dengan logis – misanya ketika ditanya apakah ingin sandwich mentega kacang untuk makan siang dia akan menjawab “anjing jelek”. Hal ini yang kemudian membuat Beth membawanya ke neurolog dan mengikuti konseling.

Sementara Bobby adalah anak yang pendiam, pasif, dan tidak bisa berkomunikasi dengan orang-orang disekelilingnya. Yang paling membingungkan dari Bobby adalah ketidakmampuannya yang sangat jelas untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan pribadinya sendiri. Akan tetapi, seiring waktu, perkembangan Bobby berangsur membaik.

Tommy yang sering berteriak dan mengamuk kemudian bercerita jika dia sering diperlakukan kasar oleh Gayle dan Rod. Rod bahkan melakukan penyiksaan seksual pada Tommy dan Bobby. Tommy bercerita, ia seringkali dikunci bersama anak-anak lain yang ia asuh di kamar mandi dalam keadaan telanjang. Tommy sering membicarakan ini dengan Gayle, namun ibu kandungnya sama sekali tidak mempercayainya. 

Setelah melakukan konseling dengan psikiater, Tommy diduga mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma. Dalam hal ini, penderita menghidupkan kembali trauma itu dalam pikirannya, melalui kilas balik. Karena Tommy semakin sering bertingkah, hampir sepanjang hari Beth habiskan untuk mencoba meyakinkannya bahwa mereka menyayanginya dan memercayainya serta mencoba untuk menenangkannya meewati serangan-serangan stressnya. 

Didepannya ada cinta, perhatian, dan harapan tetapi sikapnya yang menarik diri ke masa lalu telah mengaburkan pandangannya dan membuatnya buta. Namun, Tommy terus menjerit, membentak, dan mengeluarkan kata-kata kotor. 

Merawat Tommy tentunya membutuhkan kesabaran ekstra dan waktu, tenaga yang terkuras. Beth sempat keguguran anak kembarnya karena terlalu lelah. Saat Beth kembali hamil, Tommy menampakkan sikap ketidaksukaannya, seperti mencoba menonjok perutnya Beth, dan sebagainya. Beth berhasil bertahan hingga melahirkan anaknya yang diberi nama Jake. 

Kakak-kakak tirinya, Jessica, Jeff, dan Kyle turut membantu Beth mengasuh Tommy. Meskipun Jessica pernah diancam akan dibunuh oleh Tommy. Ketidaksukaan Tommy dengan Beth dan Jessica yang baik ini, karena ia menyadari ibu kandungnya tidak sebaik mereka. 

Tommy melakukan konseling dengan beberapa psikiater dan psikolog. Di antaranya ada yang mengatakan Beth terlalu berlebihan mendeskripsikannya, ada juga yang mengatakan sikap Tommy itu akibat Beth ingin menyingkirkan anak tirinya di keluarga mereka. 

Karena sikap Tommy semakin hari memburuk, Beth dan Mark atas saran psikiaternya memasukkan Tommy ke Rumah Sakit Jiwa. Selama disana Tommy bersikap baik kepada dokter dan langsung dipulangkan dengan diagnosa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Sekembalinya Tommy ke rumah,  ia kembali memburuk. Halusinasinya semakin nyata.

Dr. Ritter mediagnosis Tommy skizofrenia dari jenis yang tidak terorganisasi. Tommy terlalu muda di diagnosis ini, tetapi Dr. Ritter yakin karena reaksi tommy terhadap obat-obatan antidepresan. Seorang penderita skizofrenia jika diberi obat tersebut, kecenderungannyapada kekerasan akan semakin kejam. "Keadaan mental tommy yang kacau dan pemikiran psikotiknya cocok dengan kriteria diagnosis itu," ujar Dr Ritter.
 
Rumah sakit menyerankan metode yang dilakukan ketika Tommy mengamuk adalah dengan Pancuran Air Dingin (air dingin dimasukkan untuk menyengatnya agar kembali kepada realitas). Sayangnya, Beth merasa bersalah dan menganggap terlalu kasar melakukan metode ini, meskipun berhasil membuat tommy tenang 1-2 jam.

Halusinasinya semakin jelas, di dalam kamarnya ia selalu berbicara dengan seseorang yang ia panggil dengan setan. Ada tiga hal yang paling diinginkan Tommy: hantu laki-laki kecil yang dapat mematikan cahaya siang, anak kembar, dan seorang kakak perempuan yang bersikap manis kepadaku dan tidak suka memukulku. Dalam hal ini, psikiaternya menyatakan Tommy jelas bahaya dan tenggelam dalam delusi.

Beth juga berhasil menghapuskan image "ibu tiri selalu jahat". Beth bahkan keluar dari pekerjaannya untuk fokus merawat Tommy dan Bobby. Ia terus berusaha sekeras mungkin untuk membuat mereka merasa aman dan dicintai. Beth juga tidak bergaul dengan tetangga-tetangganya untuk menghindrai gosip mengenai Tommy.
 
Jika menyayangi Tommy dan Bobby telah mengajariku sesuatu, pelajaran itu adalah bahwa keluarga benar-benar tidak ada hubungannya dengan darah dan gen. Seberapa besar kita menyayangi seseorang, itulah yang membuat orang itu menjadi keluarga kita (hal.52)
  
Beth terus memperjuangkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dari pemerintahan Amerika meskipun caranya ribet dan prosesnya lama. Departemen pelayanan sosial pun ikut membantu, hingga kemudian Beth berhasil mendapat pelayanan kesehatan itu. Tommy memang sulit untuk sembuh, tetapi ia mendapatkan perawatan yang baik di Rumah Sakit Jiwa. Tommy pun semakin terlihat kelebihannya bahwa ia mampu melihat sebuah gambar dan membangun sesuatu yang persis dengan itu.

Kami semua telah mengalami begitu banyak cobaan untuk sampai ke sini, tetapi kami pun tetap banyak belajar. Kami jadi tahu tentang penyiksaan seksual dan pengaruhnya yang mengerikan pada anak-anak yang tak berdosa. Kami jadi tahu banyak sekali tentang penyakit mental dan pengaruhnya yang sangat berat pada para anggota keluarga. (hal. 219)

Buku ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah Langkah Menuju Kegilaan -yang kilasan ceritanya saya tulis ringkas diatas. Pada bagian dua adalah Kekuatan Pembelaan Positif. Berisi tips-tips merawat, membantu pemulihan skizofrenia, dan mengurus pelayanan kesehatan di Amerika. Bagian kedua ini akan saya tulis secara berkala di tulisan selanjutnya.

Dibanding Amerika, dalam pelayanan kesehatan jiwa, Indonesia sepertinya tertinggal jauh, terutama dalam keterlibatan Departemen Pelayanan Kesehatan dalam melakukan konseling. 

Meskipun merupakan novel terjemahan, menurut saya, alih bahasanya bagus dan tetap asyik dibaca. Sayangnya, karena ini merupakan novel lama dan tidak cetak lagi, saya tidak mendapatkannya di toko buku online, hanya ada di Bukalapak dan itu tidak baru. Mungkin kalau ngubek di Palasari bisa ketemu. Saya dapat buku ini di Bapusipda Jawa Barat, dan Dini yang nemuinnya, yeay! langsung dibaca, meski ga cukup satu hari. 


Sebagai caregiver (pramurawat) ODS tentu tidak mudah. Beban seorang caregiver  bertambah karena simtom-simtom gangguan yang dimunculkan cukup menganggu, seperti halusinasi dan delusi (Fausiah dalam Nainggolan, 2013). Dan buku ini bisa menjadi pilihan untuk kembali menguatkan Anda sebagai caregiver. Beth -meskipun Tommy tidak dinyatakan sembuh- terus memperjuangkan anaknya untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik.  

 
Cinta adalah satu-satunya kekuatan yang benar-benar kumiliki dan aku tahu bahwa cinta dapat menyembuhkan apapun. Aku percaya pada kekuatannya yang mutlak.
-Beth Henry


Gambar diambil dari goodreads

Judul : Anakku Seorang Skizofrenik!- Hidup Bersama Anak dengan Gangguan Jiwa 

Judul Asli: Mending Wounded Minds - Seeking Help for a Mentally Ill Child

Penulis : Beth Henry & Vincent L.Pastore
Penerbit : Qanita
Tahun Terbit : 2005 (Edisi Asli 2004)
Tebal : 349
Cover : Soft Cover 

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews