Padanya Terletak Surgaku

April 05, 2017

Padanya, terletak surgaku...


"Teteh lagi ada masalah yah?" wanita itu bertanya kepadaku yang tengah sibuk di antara banyak buku dan tumpukan kertas revisi.

Aku mendongakkan wajahku. Melihatnya bertanya. Aku saat itu tak mampu berkata, tapi wajahku tiba-tiba menjadi hangat dan basah oleh air mata.

Berhari-hari, berbulan-bulan aku menyembunyikan kegelisahanku. Resah akan skripsi yang tak kunjung selesai. Bosan mendengar pertanyaan orang-orang sekitar. Sementara hati sudah tak ingin lagi berada di kampus.

Kegalauan itu tak pernah aku tampakkan di rumah. Aku pura-pura ceria dan selalu abai jika ditanya progress skripsi. Padahal, hati teriris.

Namun, berbeda halnya dengan wanita ini. Ia sangat mengerti aku. Ia paham kondisiku, meski aku bersusah payah menyembunyikannya.

Pada tangisku saat itu, ia dengan lembut mengelusku. Membiarkanku menangis sejadi-jadinya. Tangisan yang sudah ku pendam beberapa bulan ini. "Menangis saja, jika sudah selesai, ceritalah.."

Maka aku pun bercerita tentang skripsiku. Hingga aku mengatakan, tolong jangan pernah bertanya padaku, sejauh mana skripsiku, kapan sidang, atau kapan wisuda.

Ia membelaiku sekali lagi. Menasihatiku. Tidak panjang, hanya singkat, "Mendekatlah kepada Allah. Maka, Allah akan mempermudah urusanmu,"
"Ya. Aku tidak akan bertanya hal itu lagi kepadamu," katanya sambil mengusap air mataku.

Wanita itu memang seakan memiliki telepati padaku. Tidak hanya kali itu saja, sebelumnya pun memang kerap terjadi. Kami yang pada saat itu terpisah ratusan kilometer, tapi ia seakan mengetahui suasana hatiku. Menelepon tepat saat aku dillanda rindu. Mengirimkan pesan dan nasehat yang sedang kubutuhkan.

Hingga kini, tali itu tidak terputus. Pernah suatu kali aku tak mengangkat teleponnya. Lalu, ketika mengetahui ada panggilan tak terjawab darinya, aku abaikan saja.
Lalu, malamnya, ia mengirim pesan padaku. Menanyakan padaku, apakah apa yang membuat aku marah padanya hingga tak meneleponku kembali.

Aku dengan singkat mengatakan, "aku tidak marah.". Lalu, ia mengatakan, "Kamu memang sedang marah padaku," maka, sekali lagi ku katakan tidak dan beralasan ponselku sedang di-charge.

Ia menerangkan, "Biasanya jika aku meneleponmu lalu kamu tidak mengangkatnya, maka kamu akan segera meneleponku kembali atau mengirimkan pesan padaku. Tapi kali ini tidak, kamu bahkan tak ada kabar seharian. Apalagi jika bukan marah? Ini jelas kebiasaanmu."
Maka aku terdiam. Tak bisa lagi mengelak. Aku memang marah saat itu sehingga tak ingin berkomunikasi dengannya.

Wanita itu...
Adalah sosok yang paling mengerti aku, paling menyayangiku, dan kasihnya tak akan lekang oleh waktu.

Siapakah wanita mulia itu?
Ummi, ibuku.. seseorang yang selalu rela mengorbankan waktu, tenaga, dan segala impiannyanya hanya untuk anak-anaknya.
Seseorang yang.. sungguh istimewa.

Dialah ummi.
Padanya Terletak surgaku..

Aku -entah bagaimana- dapat membahagiakannya.
Ketika aku ingin membelikannya sesuatu, ummi selalu berucap, "tak perlu simpan saja uangmu,"

Ketika aku meminta doa, ia dengan senang hati berucap, "Tanpa kamu pinta, aku akan selalu mendoakanmu,"

Gambar diambil dari Elevania

Selagi masih ada waktu,
Aku ingin memberikannya hadiah yang terbaik. Hadiah yang dapat bermanfaat untuk ummi yaitu Telepon Selular.
Kenapa harus ponsel?

Karena aku tahu ummi sedang membutuhkan hal tersebut, apalagi sekarang ummi sedang membangun bisnis barunya. Untuk menghubungi klien-kliennya tentu memerlukan ponsel yang mumpuni.

Hadiah ini memang tidak akan sebanding dengan kebaikannya selama ini. Namun, aku ingin memberikannya yang terbaik, seperti ia selalu memberikan yang terbaik untukku.

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews