Balada Hidup Nge-kos.

March 31, 2017


Banyak hal yang dialami ketika ngekos. Salah satunya adalah harus terbiasa sendiri. 

Bukan hanya sendiri di kamar saja, tapi harus membiasakan melakukan segala sesuatunya sendiri, mengatur jam makan sendiri, poloknya segalanya sendiri.

Aku pikir pada awalnya ini bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Aku nggak keberatan. Toh, sudah pernah ngekos beberapa kali sebelumnya dan pernah hidup di pesantren juga.  Lagian, aku juga memang lebih suka sendiri kan.. 

Ternyata, ketika nge kos ada hal-hal lain yang aku anggap remeh tapi ternyata tidak mudah ketika pertama kali melakukannya.

Pertama nge-kos, tentu aku menghias kamar. Memasang figura, gantungan kerudung, cermin, dan sebagainya.
Apa yang perlu disiapkan?
Ya. Paku dan palu.

Mulailah aku pergi ke Borma. Memilih paku. Ternyata paku beragam jenisnya, guys! Bingung juga milih yang mana. Setelah memilih, menimbang, membandingkan harga, akhirnya aku memegang satu plastik paku yang paling berbeda dan lucu menurutku. 

Sampai di kosan, cek belanjaan dan saya menyadari sesuatu. Apa yang saya beli itu bukan paku. Ya sekali lagi bukan paku. Melainkan, skrup. Padahal, ada tulisannya di plastiknya kalau itu skrup. Tapi, tulisannya teramat sangat kecil 😅

Lagipula, saat itu yang aku pertimbangkan memang uniknya. Dibanding paku lain yang polos dan berwarna coklat, aku pilih yang rege-rege dan warnanya silver. Kan lebih bagus yah? Nyatanya saya salah. Itu skrup. Skrup berbeda dengan paku. 

Jadi, tidak semua barang yang dibeli harus unik dan lucu. Boleh unik, tapi pastikan barangnya sesuai dengan yang kita maksud. 

Jangan sampai kaya gini wkwk

Baiklah. Perjalanan tidak hanya disitu. 
Saat hendak memasang paku di tembok. Aku kesulitan, karena pakunya tak kunjung menempel di tembok. 

Sempet kesel. Tapi, kekesalan tidak lantas membuat paku itu tertancap rapi di tembok. Maka, aku pun googling; cara memaku di tembok. Aku baca tutorialnya. Oke, mengerti.

Aku pun dengan semangat kembali memalu paku di tembok. Hasilnya? Masih tidak berhasil.

Aku berpikir keras. Apa yang salah yah.. Kemudian dengan mengandalkan Google, akhirnya aku tahu.. bahwa paku ada ukurannya. Ada yang besar banget sampai yang terkecil dan ukuran paku yang saya punya itu termasuk besar, akhirnya beli paku lagi.

Drama perpakuan pun selesai. 

Pekan ini, ibu kos ngasih pinjem dispensernya, soalnya nggak dipake sama ibunya. Akhirnya aku manfaatkan.  Sebenarnya udah ditawarin dari bulan lalu, tapi belum aku pindahin ke atas. 

Tadi malam aku beli galon di warung depan gang. Harganya 18 ribu (ini ga penting sih). Karena dari masuk gang ke kosan cukup jauh, aku minta tolong ke bapak warungnya untuk dibawain ke kosan. Kebetulan pemilik warungnya adalah adiknya bapak kosan dan disitu ada bapak kosannya, jadi segala sesuatunya mudah.. 

Karena aku kasian sama bapaknya yang udah berat-berat bawain, akhirnya aku bilang, "di depan pintu ini aja, pak.. nggak usah di ke atasin," kataku. Ia pun menuruti perintahku, tanpa pemaksaan bahwa ia bersedia membawa galon itu ke atas.

Maka, aku mengangkat galon itu ke lantai 2. Nggak dramatik sih, soalnya udah biasa kan waktu di pondok. Jadi, aku pasti bisa!

Berbekal optimis, aku bawa galon itu ke atas, ke kamar. (Memang untuk perempuan jangan terlalu sering katanya, karena ada sangkut pautnya sama rahim). Yah, sebulan sekali mah nggak apa apa lah yaah.. 

Dan berhasil! Ya iyalah gitu doang. 

Drama baru terjadi. Aku baru sadar, kalau galon kosong yang aku kasihin ke Bapaknya, aku kasihin juga tutupan atasnya yang bolong tengahnya, padahal kan itu biar ga terlalu meleber pas ngangkat ke dispensernya. 

Tapi, nggak masalah pikirku. Aku pun mengangkat galon itu ke dispenser. Apa yang terjadi? Air nya tumpah ke meja, ke lantai, karena aku belum kuat nengkurepin ke dispenser. Ternyata tidak mudah.

Akhirnya tutup yang di galonnya itu aku bolongin, supaya ga tumpah-tumpah airnya. Berbekal bismillah, saya angkat kembali galonnya dan alhamdulillah kali ini berhasil. 

Selama ini di rumah, aku memang jarang angkat galon, pasang gas, dengan dalih ada ART. 

***

Banyak hal yang aku anggap mudah, tapi ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. 

Banyak hal yang aku pikir sulit, namun kenyataannya tidak sesulit yang aku bayangkan.

Aku selalu merasa bisa sendiri. Segala hal dapat aku lakukan sendiri. 

Kenyataannya, untuk beberapa keadaan kita membutuhkan pertolongan orang lain. Karena, pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, jadi nggak bisa hidup sendiri dan butuh keberadaan orang lain.

Begitulah setitik kisahku nge-kos selama enam bulan ini. Banyak drama yang terjadi, tapi saya selalu senang dengan drama hidup ini, karena artinya aku akan punya cerita. Aku punya kisah yang akan dikenang. Aku punya cerita untuk dibagi, untuk ditulis, meskipun cuma tentang bagaimana memasang paku ke tembok.

Pernah, aku meminta kepada Allah agar dibuatkan kisah indah dalam hidupku. Kenyataanya, Allah memberi itu. Tapi, indahnya itu bukan segalanya berjalan mulus, tapi  karena banyaknya tantangan yang dilewati, hingga kisah ini menjadi indah.

Tantangan itu kemudian ku sebut sebagai drama.

Setiap orang memiliki kisah. Kisah yang berbeda-beda agar setiap orang dapat berbagi. Kisah yang indah dan Allah penulis skenaronya. Ya, skenario Allah selalu indah, tinggal bagaimana kita menyikapinya.



You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews