Magnet Hati

January 05, 2016



“Enggak! Minggu ini aku nggak boleh pulang ke rumah. Hemat ongkos. Lagian udah planning mau jalan-jalan kan?” kataku.

Hatiku kemudian menimpali, “tapi ini masih jam 2, loh.. kalau balik pulang ke Bandung jam 7 juga udah sampai ko..” 

Ya. Aku memang ingin pulang sekali pekan kemarin. Inget ummi. Tapi, aku coba tahan. Akhirnya, aku nggak jadi pulang. Untuk menghibur hati, aku pun pergi ke toko buku. Membeli buku yang sudah lama diinginkan, “Sabtu Bersama Bapak”.

Malamnya.. sesampainya di kosan. Seperti biasa, laporan ke ummi kalau aku udah di kosan.
Tiba-tiba zafira mengirim pesan lewat whatsapp, mengabarkan ummi sakit.

Langsung khawatir. Karena di rumah ummi hanya dengan zafira. Memutuskan untuk pulang, tapi tidak mungkin malam ini. Akhirnya menunda sampai besok pagi. “Oh, jadi ini alasannya kenapa inget terus ummi dari tadi,” ucapku.

Sesampainya di rumah..

Ummi bilang, pas sakit, ummi inget teteh. Zafira nungguin, tapi ummi takut dia sakit lagi kaya waktu itu. Mau makan malam juga nggak ada apa-apa, nggak bisa masak. Pengennya ada teteh..


Secara nggak langsung. Hati seorang ibu dan anaknya saling tarik menarik bagai magnet. Bagai magnet hati.
 
Kamu tahu kenapa aku harus pulang setiap pekan? 

Itu untuk menyediakan ruang bagi ummi agar bisa bercerita, mengeluarkan semua yang dipendamnya. Ya, aku memang tak bisa membantu banyak dari cerita ummi, tapi aku tahu itu membuat hatinya lega.
Selagi masih ada waktu, menikmati waktu yang semoga masih bisa lama bersama ummi..


Hati yang saling bertautan. Seperti, magnet. Inilah yang kemudian ku sebut magnet hati.

*catatan ketika sedang magang di Jakarta

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews