Akhirnya Lulus! : Rencana dan Takdir-Nya

July 29, 2016

Menyusun rencana hidup adalah hal yang indah.
Masalah terkabul atau tidaknya, yang penting sudah berusaha.
Keyakinan bahwa Allah selalu memberikan jalan yang terbaik adalah kuncinya.

12 tahun yang lalu,
Saat masih SD, aku pernah bilang pada teman-teman nggak mau kuliah di Unpad.
Karena, terlalu dekat dengan rumah, nggak seru. Inginnya kuliah ke tempat yang jauh dari rumah.
Tapi, setelah tujuh tahun hidup di pesantren, ummi mengizinkan kuliah dengan syarat harus di Bandung. 
dan ternyata takdir menuntunku kuliah di Unpad.

10 tahun yang lalu,
Aku bercita-cita jadi psikolog. Kayanya yakin banget.
Ketika mau masuk SMA, aku pengen masuk SMA negeri soalnya kan biar gampang kalau mau kuliah di PTN. Tapi, abi dan ummi nggak ngizinin. "Iya, kamu boleh kuliah. Mau jurusan psikologi, atau apapun, yang penting SMA nya pesantren, biar agamanya kuat."
Okey, dan aku pun nurut sambil nangis. Sampai tiap liburan ke rumah, selalu nyari tentang jurusan psikologi di berbagai universitas, di mana yang terbaik. 

Tapi, di satu sisi..
Aku suka banget sama wartawan yang nulis berita di koran. pengen rasanya.
Seneng ngeliat reporter menyampaikan liputannya langsung di tempat kejadian, apalagi pas di tempat bencana.
Mereka keren, bisa ketemu orang-orang penting sampai rakyat kecil. Bisa meliput ke daerah bencana atau jalan-jalan ke luar negeri gratis karena liputan.
Pokoknya, kerja di media itu keren!
Diam-diam, Allah mengabulkan keingiananku yang ini. MenurutNya, jalan inilah yang pantas untukku.

Lima tahun yang lalu,
Saat akan SNMPTN ujian tertulis, Mang Ari bilang, jangan pilihannya psikologi semua, karena potensi diterimanya nanti jadi sedikit.
Baiklah, akhirnya aku nyari alternatif lain jurusan selain psikologi dan tiba-tiba aja nemuin jurusan ilmu komunikasi. Jurusan yang baru aku denger.
Membaca deskripsinya, prospek kerjanya di media, aku langsung tertarik.
dan memilih sebagai pilihan ke-2 di SNMPTN ujian tertulis setelah psikologi unpad.
milih fikom di unpad karena biar deket rumah, itu aja.

Nggak nyangka, selama ini banyak mengenalnya tentang psikologi, justru keterima kuliah di jurusan yang baru aja aku kenal.
Rasanya kaya lo udah pacaran lama, ternyata jodohnya bukan dia. kan sedih. banget.

Awalnya berat harus merelakan impian menjadi psikolog.
Setelah istikharah, meminta pendapat banyak orang, saya memilih fikom unpad.
Dan karena mamah udah seneng banget cucunya keterima di Unpad, sampai numpeng dan dibagiin ke tetangga. Jadi ya udahlah.

Saat student day,
Hati masih sakit, belum bisa menerima takdir.
Kaki melangkah di Unpad, tapi tidak sepenuhnya bahagia.
Sampai pada pembukaan acara ada sambutan dari Rektor,
ketika itu, beliau berkata, "Jika kalian belum bangga kuliah di Unpad, bersyukurlah terlebih dahulu"
Saya terenyuh. Iya, harus bersyukur, pasti yang terbaik. Allah pasti ngasih yang terbaik.

Butuh satu tahun untuk berdamai dengan hati.
Satu tahun itu juga yang bisa dibilang palig berat.
Masuk Fikom, aku mengalami culture shock.
Selama ini saya selalu sekolah di tempat yang berbasis islami. Lingkungan baru, suasana baru, teman baru, mau nggak mau, rada susah adaptasinya.
Lalu, rasanya hidup dimulai lagi, belajar mengenal diri sendiri, menentukan sikap, jalan, dan sebagainya.

Empat tahun yang lalu,
saat penjurusan, aku milih jurusan jurnalistik.
Dengan konsekuensi ospek yang katanya serem, keluar ongkos banyak untuk liputan, tugas apresiasi tiada henti, dan lulus lama!
Tapi, aku mulai suka dengan dunia ini. ngeluh dikit mah ada sih.
Teman-teman dengan hobi yang sama, pikiran yang sama.
Jadi, ketemu banyak orang, sering jalan-jalan (baca:liputan), jadi hafal jalanan di Bandung, meski awalnya sering salah naik angkot, suka nyasar, dan sebagainya.

Tujuh semester belajar komunikasi dan jurnalistik. Dari mulai teori sampai praktek. Dari mata kuliah wawancara sampai berita mendalam. Dari tugas apresiasi hingga produksi berita.
Satu semester selanjutnya dihabiskan untuk job training. Iya, jobtrenya harus dua kali, di media cetak dan elektronik.

Baru kemudian, memasuki tahun ke-lima kuliah baru bisa menyusun skripsi. Jika umumnya, jurusan lain, Empat tahun sudah bisa lulus, sayangnya tidak di jurnalistik. Dan ini konsekuensi yang aku ambil di awal, karena memilih jurnalistik. Tapi, kabarnya mulai angkatan 2012 ke bawah, bisa ko' lulus empat tahun, karena job trainingnya udah boleh di semester 6 ke 7.

Menyusun skripsi, yang semula direncanakan hanya 3 bulan berubah menjadi 1 tahun. Menyusun skripsi yang harapannya semulus jalan tol, ternyata kaya ngelewatin jalan cadas pangeran, berliku-liku, berat, dan ingin cepet sampai. Bahkan, pernah sampai nyaris putus asa.
Rencananya setelah daftar sidang bisa langsung kolokium, ternyata ada halangan tak terduga yang membuat aku baru bisa ikut sidang kolokium dua bulan seteah daftar.

Rasanya, sudah kenyang ditanya "kapan lulus?"; "kapan sidang?"; atau "sudah sampai mana skripsinya?". 
Rasanya udah kebal juga saat ada orang tersenyum nyinyir atau bertanya heran karena belum lulus di semester ke-10.
Dari mulai ditanggepin serius, bercanda sampai senyumin aja. Tapi, ada satu kondisi yang saya benar-benar menghindar dari orang banyak karena takut ditanya. Selama beberapa bulan, saya jadi malas bertemu atau berinteraksi dengan saudara atau orang lain yang saya kenal. Cuma mau ketemu teman-teman satu perjuangan yang bernasib sama, dari ngobrolin skripsi, ngeluhin segalanya sampai obrolan-obrolan hiburan aja.

Satu bulan yang lalu,
Setelah menunggu dua bulan, akhirnya sidang kolokium atau sidang naskah skripsi. Sidang yang paling saya takuti, karena katanya kita dibantainya di sidang ini. Meski udah sering lihat teman-teman yang kolokium, nyiapin kemungkinan daftar pertanyaannya, tetep aja takut. Takut banget. Tapi, alhamdulillah satu fase ini terlewati. Berkah Ramadhan juga kali yaah..
Tinggal kemudian revisi skripsi sesuai hasil diskusi di sidang dengan penguji dan pembimbing. Baru kemudian daftar sidang skripsi.

Hari ini, Jum'at 29 Juli 2016
Pagi ini rasanya kaya mati rasa, nggak deg-degan tapi takut setengah mati.
Akhirnya bisa sidang skripsi dengan sedikit drama di ruang sidang. 
Sidang bisa dibilang berlangsung cepat. Kami berenam di bagi dua kolter, ruangan atas dan bawah, selesai sebelum jum'atan. Ini mungkin hikmah dan berkahnya hari jum'at yaah..


Menunggu keputusan  
Yudisium dilakukan selepas shalat jum'at.
dibacain satu-satu nama dengan nilainya, akhirnya kami lulus semua!!
Dosen yang hadir memberikan apresiasi dan pesan-pesannya. Ada satu hal yang paling diingat dari Bu Nunik intinya kalau suatu hari nanti, kalian boleh kembali melihat hari ini, kalian boleh bangga hari ini dengan hasil yang sudah kalian lakukan.

Lulus!!
Rasanya kaya masih belum percaya udah lulus. Perjalanan skripsiku nggak mudah, kepentok sana-sini, kehambat dimana-mana. Dari penelitiannya di Jogja sampai ngerasain magernya ngerevisi, tapi berkat do'a ummi dan abi, dukungan dan bimbingan dari dosen pembimbing, dan usaha untuk menyelesaikan skripsi ini. Aku cuma merasa harus menyelesaikan apa yang telah dimulai dan akhirnya tiba di gerbang ini.

Satu hal lagi yang lucu, inget kalau ucapan itu do'a.
Aku Sidang Usulan Masalah bareng Dini, kita selalu bilang "nanti kita kolo nya bareng yaah.." ;"kita lulus bareng pokonya yah.." 
Saat teman-teman yang lain progressnya cepet, kita suka ada aja gitu kendalanya.
Jadi, emang hikamahnya sidang aku yang tertunda itu, biar lulusnya bareng Dini.
Akhirnya Lulus bareng!

Selama kuliah, 
aku banyak dihantui oleh rasa takut.
dari takut yang sepele sampai rasa takut banget banget yang muncul ketika ngerjain skripsi, gimana kalau nggak bisa nyelesain penelitian ini, gimana kalau  nggak lulus, penelitiannya kan ga jurnalistik banget apa diterima, dan banyak ketakutan-ketakutan yang sebenarnya aku buat sendiri.

Rasa takut berlebihan itu memang bahaya.
Tapi, menurut aku, justru ketakutan-ketakutan inilah yang membuat aku berusaha lebih, ketakutan ini memberikan peluang untuk mengerjakan sesuatu semaksimal mungkin dan mempersiapkan sebaik mungkin..
Lima tahun kuliah, saya selalu berusaha melawan rasa takut yang saya bangun sendiri, dan sebagian besar saya selalu berhasil melewatinya.

Takdir tidak sesuai dengan rencana saya di awal. Tentu ini yang terbaik dari Allah kan? 
Jika ditanya, "kamu nyesel ga lima tahun lalu milih fikom unpad?"
Aku akan menggeleng. Aku bersyukur, sangat bersyukur. Allah kasih jalan saya kesini, meskipun dengan cara . 

Allah mengabulkan mimpi yang tidak saya sadari.
Rencana hidup dan takdir-Nya. Kadang Allah mengabulkan mimpi yang tidak kita sadari. Atau Allah memilih tidak mengabulkan do'a kita, untuk digantinya dengan yang lebih baik. Sesuai dengan ayat favoritku, 

"Boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Sesungguhnya Allah maha Tahu dan kalian tidak mengetahui. "

Finally, semuanya udah pada lulus. Jadi kapan jalan-jalannya?
(minus tiara yang sedang bertugas buat sienen indonesyah) 

You Might Also Like

2 komentar

Total Pageviews